"...senyum itu tak selamanya indah"
Okay, sebelumnya ini bukan artikel resmi – apalagi sampai turun cetak
dan diterbitin di majalah. Ini ga lebih dari sekedar pandangan aja yang
saya bentuk jadi cerita. Jadi di sini ga ada paksaan untuk percaya,
setuju atau mendukung. Tapi kalau kita emang punya pandangan yang sama,
ayo kita sama-sama mencari solusi yang kecil dan praktis, siapa tau itu
bisa berarti banyak.
***
Mungkin di antara para Wota, fans, atau apapun namanya, udah sering dan
ga asing denger nama Jiro – atau mungkin masih lebih kenal sama Balenk?
Ya, Jiro-san ini saya kurang tau posisinya apa di JKT Official Team,
yang jelas dia itu Boss-nya. Ada apa dengan si J-san ini? Menjawab
pertanyaan “Ada apa” ini susah-susah gampang. Tapi saya akan coba bikin
jawaban segampang mungkin.
Kemarin (26 Januari 2013), saya dapat pengalaman yang cukup berharga dan
informatif. Seperti biasa, awalnya niat WL di Theater karena ga dapet
email verifikasi. WL gagal, akhirnya saya nungguin temen saya yang orang
JOT (JKT Official Team) juga. Saya tau kalau kemarin sore itu bakal
diadain shooting untuk Team-J karena temen saya udah ngasih kabar di
hari sebelumnya.
Singkatnya, proses shooting ini memakan waktu sampai hampir pagi
(sekitar jam 4 pagi). Dan saya mau ga mau juga nungguin temen saya
sampai jam segitu. Sekitar jam setengah satu, saya turun dari F5 ke
depan JKT48 Theater. Duduk di situ, ngobrol sama security-nya, dan di
sini saya berhasil mendapat informasi cukup banyak.
***
J-san, sebagai Big-B tentunya memegang kendali penuh terhadap seluruh
kegiatan manajemen JKT48. Begini, semalam saya hanya melihat sekumpulan
orang-orang yang kelelahan di dalam JKT48 Theater. Ga peduli segaya
apapun penampilan mereka, mukanya kusut, lecek! Dan berkali-kali dari
mulut mereka cuma keluar keluhan capek.
Ya, para crew dan JOT kayaknya emang udah ga bisa lagi pura-pura pasang
tampang cool dan sok galak kayak kalau lagi menghalau para Wota garis
keras. Saya kebetulan sempat ikut salah satu security ngintip ke dalem
stage untuk ngeliat prosesi shooting Setlist Pajamas Drive yang totalnya
16 lagu itu. Apa yang terlihat? Member yang terus berusaha mengulang
take karena udah ga konsentrasi, crew yang mondar-mandir sambil ngeliat
jam dan memasang muka lelah, temen saya pun berkali-kali harus menutup
mulutnya yang keliatan menguap.
Security itu – saya lupa namanya, juga cuma bisa bilang, “Member pada
tepar semua, Mas.”, diiringi gelengan kepala. Saya cuma tersenyum kecut
sambil menahan desiran miris di dada. Kita berdua balik ke depan,
ngobrol lagi. Obrolan keluar begitu aja, random, ga jelas – tapi begitu
seru dan menarik. Dan beberapa kali kita masuk ke dalam topik manajemen
JOT.
***
Kata-kata yang keluar dari security berkumis ini polos, jujur, tapi
penuh hal yang mengejutkan. Dia bercerita panjang lebar, memberikan
pandangan terhadap kegiatan yang selama ini berlangsung di JKT48. Saya
emang bukan orang yang baru banget tau soal JKT48, apalagi temen saya
juga seorang JOT. Tapi denger pendapat dari orang awam ini, saya kaget.
Awalnya saya cuma memancing dengan pertanyaan sederhana, “Yang ubanan
itu Jiro ya, Pak?”. Kebetulan J-san baru aja melewati kami berdua,
mungkin dia mau pulang – semoga. Dari situ si bapak security ini cerita.
Dan dari percakapan kami, berikut yang bisa saya tangkap:
Untuk seukuran JKT48 yang punya nama dan fans di mana-mana, gaji mereka
cuma sedikit lebih banyak dari UMR DKI Jakarta tahun 2012. Baru
terhitung Januari 2013 ini mereka naik gaji jadi dua kali lipatnya.
Sementara, gaji para petinggi – sebut aja si Balenk, katanya sampai
sekitar 10 kali lipatnya – silakan itung sendiri berapa-berapanya.
Pembayaran gaji member keliatannya sering telat. Dua kali saya denger
ada yang bilang gaji mereka telat dibayar sampai sebulan – sementara
show terus berjalan.
“Jam kerja” mereka ngalahin jam kerja karyawan. Bisa dibilang mereka itu
kerja rodi. Bahkan kalau ada acara khusus kayak kemarin, mereka harus
nginep di Theater.
Segala pendapatan, dari show, iklan atau penjualan SWAG masuk ke pihak
manajemen dengan pembagian yang kayaknya juga ga jelas – mengingat para
member ini belum punya kontrak. Padahal, pendapatan stand SWAG sendiri
bisa lebih dari 50 juta sehari.
Kasus graduate tertentu, kayak Cleo atau Ochi, besar kemungkinan berawal
dari persoalan gaji atau kebijakan dan kinerja J-san yang ga memuaskan
di mata ortu kedua member itu.
Dulu ortu member yang mau nonton show tetep harus bayar kayak yang lain.
Alhamdulillah sekarang udah gratis. Dan itu juga bisa gratis karena
banyak protes dari member.
Persetujuan proposal show yang berbelit. Pihak JOT terlalu banyak
maunya. Mungkin itu sebabnya JKT48 jarang tur ke luar kota, ga ada yang
mampu memenuhi persyaratan yang diajuin JOT karena terlalu mahal.
J-san orang yang terlalu praktis tapi ga efisien – mungkin lebih cocok
disebut “semaunya sendiri”. Kalau malam itu dia minta sesuatu dan besok
paginya harus selesai, maka itu yang harus terjadi.
J-san terkesan ga peduli sama segala tudingan negatif soal kinerjanya.
Selama dia masih punya sesuatu yang bisa menghasilkan uang untuk dia –
para member, dia bakal tetep tenang-tenang dan seneng-seneng aja.
Dan J-san mengerti bahasa Indonesia. Ini kayak pedang bermata dua. Dalam
satu sisi komunikasi bisa berjalan lancar, tapi di sisi lain pasti
susah untuk ngomongin J-san.
Ada sepuluh poin – kurang lebih. Bukan masalah jumlah poinnya, tapi
besarnya pengaruh yang dihasilkan dari poin tersebut. Contoh paling
kecil, ya seperti poin nomer lima, member bakal graduate. Satu, dua,
tiga orang mungkin keliatan dikit dari total member Team-J yang semula
ada 24 orang. Tapi kalau ini ga segera dihentikan? Silakan difikir dan
dijawab sendiri.
Bahkan kemarin saya liat beberapa ortu member keluar dari lorong Theater
dengan wajah kesal. Ada sekitar empat orang saya hitung, salah satunya
ada ibunya Beby dan ibunya Shanju. Seorang laki-laki – entah ayahnya
siapa, terlihat yang paling emosi. Sepanjang jalan menuju lorong lift
dia terus ngomel-ngomel. Intinya dia marah karena ga dikabarin kalau
shooting-nya itu sampai jam segini (sekitar setengah satu pagi) belum
selesai, apalagi nanti paginya mereka harus show lagi di Dahsyat, dan
siangnya mereka ada show juga di Idola Cilik. Rena, cuma bisa diem waktu
dimarahin ibunya di lorong lift sekitar jam dua. Saya ga tau apa isi
percakapan mereka karena pakai bahasa Jepang.
***
Semakin pagi, suasana semakin tegang dan semakin ngantuk. Dan itu
memperlambat proses shooting yang berjalan. Ya, semua udah capek,
ngantuk, kedinginan, laper, mungkin juga badannya lengket karena belum
kena air. Ortu member yang pulang juga makin banyak. Mereka milih pulang
dan ninggalin member untuk nginep di Theater. Baru besok paginya mereka
nyusul ke studio RCTI.
Obrolan saya masih berlanjut, sambil diiringi backsound lagu-lagu dari
setlist Pajamas Drive – yang sesekali diulang karena kemungkinan besar
para member tampil kurang maksimal. Beberapa crew yang keluar menjawab
tinggal tiga lagu lagi, tapi mereka ga berani mastiin sampai jam berapa.
Saya liat security yang satu lagi udah tidur dibalik stand SWAG.
Ga lama saya turun untuk ngopi bareng Pak Kumis ini. Sekarang topik
obrolan meluas, tapi saya coba pancing lagi ke arah JOT – berhasil. Dia
bilang, “Sebetulnya menurut saya member itu kasian lho, Mas. Gini, coba
sampeyan bayangin, mereka kerja sampe kayak gitu, cuma digaji segitu,
telat lagi. Yang manajernya ga ngapa-ngapain malah gajinya gede banget.
Yang capek siapa, yang kaya siapa.”.
Dia nyeruput kopi sebentar – dan lanjut ngomong lagi. “Padahal
seandainya mereka keluar terus ikut main film, sinetron atau semacamnya
gitu saya yakin gajinya lebih besar lho, Mas. Dan tentunya ga secapek
ini, karena ada manajer, kan. Lha, yang sekarang ini manajer mereka
siapa? Paling orang tuanya. Jiro itu udah jelas nganggep mereka kayak
mesin duitnya dia, Mas.”
“Pernah, Mas waktu itu dia nyuruh ngecat tembok depan Theater. Nyuruhnya
malem, tapi maunya pagi udah kelar. Wah, Mas! Itu yang namanya kipas
angin kita pasang semua biar cepet kering! Bau catnya kemana-mana! Kacau
itu orang. Kayaknya dendam banget itu orang Jepang sama kita.”, Pak
Kumis terus berceloteh.
Intinya, J-san ini lagi melakukan perbudakan – yang berkedok dunia
hiburan, entertainment, Idol atau apapun namanya. Bahkan orang awam
kayak salah satu temen saya juga bisa liat itu. Para member ini pastinya
sadar kalau mereka udah terjebak. Mereka menderita – mungkin. Tapi
mereka ga bisa ngapa-ngapain selain menikmati penderitaannya – atau
keluar dan meninggalkan embel-embel “JKT48”.
Saya masih inget sekitar jam setengah dua, ga sengaja pintu staff
kebuka. Dari dalem saya denger ada yang teriak “Woi, capek, nih!
Capeeek!”, yang kemudian saya tau itu Melody. Itu pasti cuma sebagian
teriakan yang berhasil keluar dari mulut mereka. Selebihnya, mereka
harus menelan lagi semua. Atau, kejadian seperti Oshi saya – Ghaida,
akan terulang.
Di taksi, saya sempet nyeletuk ke temen saya yang JOT itu, “Parah, ya si
Jiro. Maksud gw, mereka itu cewek, bukan kuli! Ga heran Cleo sama Ochi
graduate… Untung kejadian kayak gini ga sering.”. Temen saya sambil
terkantuk-kantuk nimpalin omongan saya, “Kalo sering pada graduate
semua, Yud.”. Saya diem sambil mengangguk pelan.
***
Jadi siapa yang harus disalahkan sekarang – atau nanti kalau yang
dibilang temen saya itu kejadian? J-san, kah? Sebagai pemegang kendali
teratas, semua kesalahan pasti tertuju ke dia. Semua kemarahan,
kebencian. Bahkan saya sendiri saking gemesnya sampai nyeletuk, “Pengen
gw ajak gelut si Jiro, hahahaha…”. J-san serta-merta jadi public enemy
#1.
Tapi apa cuma dia? Gimana dengan anggota JOT lain yang punya jabatan
cukup tinggi. Apa mereka ga merasa bersalah – atau kasian? Apa mereka ga
pernah sesekali mendengar keluhan para member – yang membuat saya
keinget sama topik MC beberapa show lalu, “Kira-kira kalau member jadi
JOT bakal mau ngapain?”. Dan Melody memberi jawaban sangat baik – nyamar
jadi member atau fans, biar bisa tau keluhan mereka, jadi semua bisa
lebih baik.
Kode, kah? Curhat, kah? Kenyataan, kah? Kalau kita melihat dan mendengar
kata tersebut keluar dari bibir indah seorang perempuan berusia 20 – 21
tahun yang cantik, mungkin kita ga berfikir ke arah situ. Atau mungkin
kita berfikir tapi seketika itu juga ilang dan teralihkan sama
wajah-wajah dan suara indah member yang lain.
Tapi saya, seorang fans, Wota – apalah sebutannya, yang juga merangkap
sebagai jurnalis, sangat bersyukur, Alhamdulillah, bisa ngobrol dengan
tiga member dalam sesi wawancara untuk artikel majalah saya. Saya
memperhatikan betul setiap jawaban mereka, mencoba merasakan lelah dan
tekanan yang mereka alami. Mereka persis seperti lagu “Boku no Sakura” –
perlahan rontok.
Belum lagi cerita-cerita dari temen saya yang setiap hari ada di back
stage, saya yang cowok harus berkali-kali ngelus dada sambil menyaut
“Serius lo?!” dengan nada tinggi karena hal-hal yang sangat ga masuk
akal – ga manusiawi. Semakin ke sini saya sering berfikir, “Apa mereka
bakal bisa jadi seperti yang diharapkan? Mungkin sekarang mereka masih
berusaha bertahan. Tapi sampai kapan? Dan pihak JOT, apa mereka sadar
sama apa yang mereka lakukan? Apa mereka tau kalau mereka lagi menanam
bow waktu di dalam tubuh JKT48? Dan saat bom meledak, apa yang bakal
mereka lakuin? Berdiam diri, meninggalkan JKT48 yang tinggal jadi nama?
Dan para fans zombie itu, apa mereka pernah berfikir gimana penderitaan
para member – yang suatu saat bakal bikin kalian ngerti dan belajar cara
mendukung dan nge-fans yang baik.”.
Nge-fans yang baik? Ya, karena beberapa fans salah mengartikan kata
“mendukung” dan menjadi brutal. Kebanyakan dari kita rela antre lama,
ngeluarin dana banyak untuk nonton mereka dan dapet sesuatu yang
menyenangkan. Kita ingin mereka selalu senyum untuk kita, mambalas
lambaian tangan kita, menoleh waktu kita panggil dan hal-hal kecil yang
begitu ngebosenin dan melelahkan untuk member – yang pasti kita ga
sadar, atau sengaja ga mau kita sadari.
***
Kehadiran Gen-2, JKT48-Trainee atau KKS (Kenkyuusei), mungkin bisa jadi
sedikit angin segar untuk kita dan mereka – Team-J. Tapi kalau manajemen
ga segera dibenahi, J-san ga segera sadar, JOT ga mau peduli, lagi-lagi
semua tinggal nunggu waktu. Dan slogan “Tumbuh bersama fans” akan
berubah jadi “Hancur tanpa fans”. Ini bukan pernyataan apatis atau
skeptis, ini hanya gambaran betapa mereka-mereka yang merasa punya
kepentingan dan kendali atas JKT48 harus segera berbenah.
Selama ini satu-satunya hal yang bisa membuat member tersenyum adalah
dukungan para fans. Bahkan dalam wawancara saya, mereka menegaskan kalau
dukungan fans itu semangat untuk mereka. Ya, saya – kita sebagai fans,
apa yang bisa kita lakukan? Mendukung mereka? Pasti! Tapi apa cuma
sebatas itu yang bisa kita berikan sebagai fans? Apa itu yang dimaksud
tumbuh bersama fans? Kalau memang begitu, yang saya rasakan adalah kita –
para fans, Wota secara ga langsung diperas sama J-san, JOT.
Ini bukan cuma tentang HTM yang berubah, sama sekali bukan. Bahkan
pengiriman dan pelayanan dari Rakuten yang beberapa kali berakhir dengan
komplain, nyata-nyata bukan jadi masalah dan penghalang. Stand SWAG ga
pernah kosong, Rakuten kebanjiran email. Tapi bukan itu yang saya
maksud. Yang saya maksud adalah peran serta yang aktif dari fans untuk
bisa dilibatkan secara langsung dalam memutuskan – atau setidaknya
menilai lalu memberi feedback tentang kebijakan apapun yang sudah,
sedang, dan akan diberlakukan dalam JKT48.
Tapi nyatanya itu semua ga terjadi, belum – atau ga akan pernah. Kita
cuma diberi kekuasaan dan kebebasan untuk memilih Oshi, Oshihen,
mendukung mereka, mengeluarkan uang untuk menonton mereka, dan
mengoleksi SWAG – yang hasil pendapatannya pun entah menguap ke kantong
siapa. Member dan fans itu tumbuh bersama, bernasib serupa, cuma dalam
situasi dan tempat yang berbeda. Satu-satunya yang membedakan kita sama
member adalah: Ga ada yang menekan dan mengendalikan kita. Ga ada yang
mengambil waktu dan merampas kebebasan kita.
Percayalah, dibalik senyum manis, suara lembut, kerlingan “mematikan”,
dan gerakan gemulai para member, mereka menangis. Bukan karena sakit
secara harfiah, melainkan bentuk dari kelelahan, keraguan, kesedihan,
kekesalan yang bercampur jadi satu dan harus dipaksa meluap lewat cara
yang lebih elegan. Bahkan untuk meluapkan emosi dan eskpresi, mereka
masih harus berhadapan dengan paksaan.
***
Di balik JKT48 Theater yang begitu riuh, terang, dipenuhi wajah gembira
para pemegang email verifikasi, diiringi harap cemas para penghuni
waiting list, ada banyak misteri dan teka-teki yang selalu jadi rahasia.
Rahasia yang disimpan begitu rapih dalam gelapnya suasana Theater saat
show berakhir, di bawah bayangan poni para member yang samar-samar
menutupi wajah mereka dengan mata yang menatap nanar – mengisyaratkan
lelah yang teramat-sangat. Sementara hati mereka, terus berusaha
menyalakan api semangat dan berharap untuk bisa menjadi lebih baik lagi.
Tulisan ini mungkin menyimpang jauh dari topik J-san. Tapi mau gimana
lagi? Kenyataannya semua emang saling terkait – dan terlanjur menyebar
luas. Sekali lagi, ini cuma pandangan saya atas info-info yang saya
dengar, saya liat, dengan mata dan telinga saya sendiri. Kalian percaya,
silakan. Ga percaya, saya ga heran. Ini juga bukan tulisan ilmiah yang
inspiratif, jadi ga perlu repot memutar otak. Tapi kalau kalian selesai
membaca dan mengangguk-angguk, mungkin kita punya pandangan – atau
pengalaman yang sama, dan terimakasih untuk setiap waktu kalian yang
terbuang.
sumber : http://www.janganbacaya.blogspot.com/
0 on: "Theater dan Bunga Misteri (Part 1)"